Search for:
HARI AKHIR KAMPANYE, RELAWAN SAPU JAGAD ADAKAN ISTIGHOSAH BERSAMA WARGA NU SUKABUMI

Sukabumi, Bappilu – Solidaritas Nahdliyin dan Jaringan Alumni PMII Pendukung Ganjar Mahfud atau biasa disingkat Sapu Jagad mengadakan kegiatan istighosah dan bakti sosial tebus sembako dengan tema Hatur Nuhun Pak Mahfud di Komplek Gedung FKUB Desa Sukamulya Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, Sabtu 10 Februari 2024.

Kegiatan ini merupakan serangkaian kampanye untuk memenangkan Ganjar-Mahfud untuk daerah pemilihan Jawa Barat dengan melakukan doa istighosah bersama dengan harapan pada 14 Februari nanti, pemilu 2024,  dalam keadaan aman, lancar dan terkendali tentu juga harapan terbesar terpilihnya Ganjar Pranowo dan Prof. Mahfud MD menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk masa periode 2024-2029.

Kegiatan dihadir oleh M. Reza, Bendahara Umum PP Sapu Jagad, Hodriansyah, Mpd Divisi Hubungan Masyarakat dan M. Mansur, Staf Hubungan Masyarakat beserta tokoh masyarakat setempat dan ratusan warga Nahdliyin Desa Sukamulya.

Hodriansyah mengatakan dalam sambutannya, “Alhamdulillah, pencoblosan kurang 4 hari lagi. Sebagai warga Nahdlyin kita harus cermat dalam mencari pemimpin yang siddiq, amanah dan fatonah karena hal ini menyangkut dengan masa depan Bangsa dan Negara Indonesia 5 tahun kedepan.” Ujar Hodri, Sabtu (10/02).

“Pemimpin yang dekat dengan Ulama, dan perlu saya sampaikan dari 3 pasangan calon, Ganjar dan Mahfud lah yang punya hubungan darah dengan para ulama dan warga Nahdlyin tentunya, Ganjar menikah dengan cucu dari seorang kyai NU Purbalingga yang bernama KH. Hisyam A Karim sedangkan Mahfud MD anak dari tokoh dan pejuang NU dan menikah dengan putri dari KH. Sya’roni Abdullah Ketua NU Semboro Jember, dari situlah saya rasa sudah cocok bagi keduanya untuk melanjutkan pembangunan Indonesia Emas 2024-2029, dan sebagai warga NU wajib kita dukung perjuangan mereka berdua” Lanjut Hodri.

Selain doa Istighiosah bersama kegiatan ini juga dilakukan bakti sosial dengan tebus sembako murah, sebagai bentuk apresiasi warga untuk hadir yang merupakan sumbangsih dari Mahfud MD agar warga Desa Sukamulya melalui relawan Sapu Jagad.

“Relawan Sapu Jagad bukan merupakan irisan dari kader partai koalisi, namun sebagai supporting  dari proses memenangkan Ganjar-Mahfud. Jadi sasaran pergerakannya bukan pada anggota partai namun lebih pada kelompok masyarakat tertentu, yaitu warga NU, guru ngaji, dan tokoh agama.” Ujar M. Reza saat diwawancara oleh tim media yang hadir saat kegiatan berlangsung.

Ditambahkan oleh M. Reza, “domain kerja kita berbeda dengan tim pemenangan nasional Ganjar-Mahfud tapi kami berkerja untuk memenangkan Ganjar-Mahfud. Relasi tujuan yang sama namun berbeda dalam capaian sasaran pemenangan.” Tambah Reza.

MANDULNYA PENGAWASAN DPR TERHADAPTINDAKAN POLITIS PRESIDEN DI PILPRES 2024

Opini, Bappilu – Akhir-ahir ini sejumlah civitas akademika dari berbagai kampus di Indonesia yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni bergerak dan menggelar pernyataan sikap terhadap berbagai penyimpangan kekuasaan di era pemerintahan Presiden Jokowi. Titik pandang (stand point) dari gerakan tersebut terpusat pada sikap, itikad dan tindakan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024 yang terkesan berpihak kepada salah satu pasangan calon tertentu.

Pertanyaan yang ditimbul di hati publik adalah mengapa fenomena itu sampai terjadi? Kemana wakil-wakil rakyat yang berada di DPR saat ini? Mengapa para Anggota DPR dan DPR secara kelembagaan tidak menggunakan kewenangan pengawasannya, dan bahkan terkesan diam melihat penyimpangan kekuasaan yang terjadi?

Jika ditinjau dari perspektif pola hubungan antara eksekutif dan legislatif, kondisi diamnya DPR saat ini, menunjukkan adanya hubungan yang tidak seimbang antara Presiden dan DPR, dimana Presiden lebih dominan jika dibandingkan dengan DPR dalam sistem penyelenggaran pemerintahan negara.

Sebagaimana kita ketahui, pola hubungan Presiden dan DPR terbagi menjadi dua bagian, yaitu dalam hubungan kewibawaan yang formal (de formele gezagsverhouding) dan dalam hubungan riil politik.

hubungan kewibawaan yang formal antara Presiden dan DPR setelah Perubahan UUD 1945, terjadi dalam tiga bidang yaitu; bidang legislasi, bidang anggaran dan bidang pengawasan.

Fungsi DPR yang paling penting dan utama adalah pengawasan (kontrol) terhadap Presiden dalam melaksanakan Undang-Undang dan dalam menjalankan APBN yang telah dibuat dan disetujui bersama antara Presiden dan DPR. Untuk melaksanakan fungsi pengawasan ini, DPR diberikan hak seperti Hak Bertanya, Hak Interpelasi, Hak Angket, serta Mosi di sistem parlementer.

Fungsi pengawasan oleh DPR merupakan mandat kekuasaan dari rakyat kepada wakil-wakilnya di badan legislatif, oleh karenanya hak-hak yang diberikan kepada DPR maupun kepada anggota-anggota DPR merupakan suatu keharusan untuk dilaksanakan karena mengandung suruhan (opdracht), termasuk juga pengawasan terhadap tindakan-tindakan politis Presiden Jokowi di Pilpres 2024.

Pasal 9 Ayat (1) UUD 1945 Perubahan Kedua, mengatur tentang Sumpah Presiden sebelum memegang jabatan. Berdasarkan ketentuan tersebut, ruang lingkup tindakan-tindakan Presiden yang dapat diawasi/dikontrol oleh DPR adalah mencakup, tindakan konstitusional Presiden dan tindakan politis Presiden.

Lingkup pengawasan DPR terhadap tindakan konstitusional Presiden mencakup tindakan-tindakan Presiden untuk memenuhi kewajiban Presiden dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan undang-undang dan peraturannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 UUD 1945. hal ini hanya mencakup tindakan konstitusional dalam arti sempit.

Sedangkan lingkup pengawasan DPR terhadap tindakan politik Presiden mencakup; sikap, itikad baik, dan tindakan Presiden untuk mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dan atau partainya serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh suara DPR

Pertanyaan yang timbul dari penjelasan di atas ialah kemana suara DPR beserta anggota-anggotanya, tatkala penyimpangan kekuasaan yang merusak demokrasi Indonesia semakin terlihat nyata? Apakah sedang sibuk berkampanye mempertahankan kursinya? Mengapa harus kampus-kampus yang bergerak dan berteriak untuk mengawasi sekaligus menegur tindakan-tindakan politis Presiden Jokowi di Pilpres 2024 ini, yang dianggap lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan di atas kepentingan bangsa dan negara.

ditulis oleh Dr. Teguh Satya Bhakti, SH.,MH, Anggota TPN Ganjar Mahfud, Direktorat Sengketa Pilpres dan Koordinator Divisi Hukum Bappilu DPP Partai Hanura

PRESIDEN JOKOWI HARUS CUTI JIKA MELAKSANAKAN KAMPAYE DI PILPRES 2024

Opini, Bappilu – Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa aturan terkait kampanye telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Menurut Presiden, Pasal 299 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak untuk melaksanakan kampanye.

Selain itu, Presiden mengatakan bahwa dalam Pasal 281 UU Pemilu juga diatur mengenai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh presiden dan wakil presiden jika melakukan kampanye.Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti diluar tanggungan negara.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut kemudian menimbulkan polemik di tengah-tengah masa kampanye Pilpres 2024 yang sedang berlangsung saat ini.

Bagi pasangan calon Presiden yang merasa dirugikan dengan keberpihakan Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024 menolak pernyataan tersebut dengan alasan bahwa Presiden wajib bersikap netral selama proses pemilu dan tidak boleh berpihak kepada salah satu peserta pemilu tertentu.

Namun pada saat yang sama, bagi pasangan calon Presiden yang merasa diuntungkan dengan keberpihakan Presiden Jokowi tersebut, mendukung pernyataan Presiden Jokowi dengan alasan Presiden boleh kampanye sepanjang tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan dan menjalani cuti diluar tanggungan negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 281 UU Pemilu.

Terlepas dari perbedaan kedua pandangan di atas, jika Presiden Jokowi tetap berkehendak melaksanakan kampanye dalam pilpres 2024 mendatang dengan dasar hukum Pasal 299 UU Pemilu, maka hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena kata “ Hak ” sebagaimana bunyi ketentuaan Pasal 299 UU Pemilu tersebut haruslah dikaitkan juga dengan ketentuan Pasal 301 UU Pemilu yang secara tegas menjelaskan bahwa “ Hak ” melaksanakan kampanye bagi Presiden dan Wakil Presiden hanya berlaku bagi Presiden dan Wakil Presiden yang akan maju sebagai calon Presiden dan Calon Wakil Presiden untuk periode kedua, sementara Presiden Jokowi bukanlah calon Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU pada pilpres mendatang sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 301 UU Pemilu. Atau dengan kata lain, Presiden Jokowi bukanlah petahana yang akan maju sebagai calon Presiden dalam kontestasi pilpres 2024.

Periodesasi jabatan Presiden Jokowi telah habis dan tidak ada periode ketiga dalam UU Pemilu. Oleh karenanya, Presiden Jokowi tidak punya legal standing atau tidak punya hak untuk melaksanakan kampanye dan wajib netral dalam kedudukannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan pada Pilpres 2024.

Presiden Jokowi hanya dapat melaksanakan kampanye jika secara administrasi mengajukan cuti sebagai Presiden, dengan menerbitkan Keputusan Presiden yang Menugaskan Wakil Presiden Maruf Amin sebagai PLT Presiden untuk melaksanakan tugas sehari-hari Presiden sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan selama Presiden melaksanakan kampanye. Jika tidak cuti, maka Presiden Jokowi dapat dikualifikasi telah melakukan Pelanggaran Administrasi Pemilu yang bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 286 ayat (3) UU Pemilu, yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kecurangan yang berdampak pada hasil Pemilihan Pilpres 2024.

Penulis Dr. Teguh Satya Bhakti, SH., MH adalah Koordinator divisi Hukum Bappilu DPP Partai Hanura